Arsip untuk April, 2009

ARSITEKTUR KABEL

Posted in Karya Arsitektural on 20 April 2009 by ars

PADA ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA BARAT

Oleh : ARIEF Sabaruddin

Peneliti dan Arsitek Perumahan dan Permukiman

(Tulisan Telah diterbitkan pada Jurnal Kopertis Wilayah IV)

pancanitri

Abstraksi

Kebutuhan akan wadah yang mampu menampung suatu kegiatan kesenian daerah, memerlukan suatu suasana yang dapat melarutkan penontonnya pada nilai-nilai dari kesenian yang disajikan, yang diutamakan pada kesenian daerah adalah nilai-nilai mistik lebih mendominasi keberadaannya. Pemilihan lokasi yang tepat akan dapat membantu tercapainya suasana tersebut, selain itu disain bangunanpun harus mendukung agar tercipta suasana yang juga dapat mendukung.

Akar budaya kesenian tradisional khusunya di Jawa Barat, berangkat dari kegiatan-kegiatan upacara adat yang berkaitan dengan perayaan-perayaan seperti upacara pada saat mulai menanam padi atau pada saat panen, dimana pada pelaksanaannya dilakukan tarian-tarian dan bunyi-bunyian yang pada akhirnya tergeser kebiasaan itu menjadi suatu kesenian yang disajikan sebgai alat hiburan.

Melihat pada akar tumbuhnya kesenian tradisional, dalam suatu perencanaan bangunan kesenian tradisional harus mampu menciptakan suasana dialam terbuka agar lebih dapat dinikmati. Sehingga penonton dapat menikmati nilai seni secara utuh. Pemilihan struktur kabel dan tenda merupakan salah satu alternatif untuk menjawab kebutuhan nilai-nilai asli dengan tuntutan perkembangan nilai kesenian daerah. Nilai kesenian daerah pada awalnya sebagai alat upacara adat saat ini bergeser menjadi alat pariwisata daerah yang dijual kepada turis asing maupun domestik.

  1. Latar Belakang
    1. Nilai-nilai Budaya Masyarakat Tradisional

      Budaya dalam masyarakat di Indonesia umumnya sedang mengalami perubahan yang sangat pesat, terutama sekali dengan masuknya budaya barat yang didorong oleh perkembangan teknologi informasi saat ini, dengan hadirnya internet membuat dunia ini menjadi dekat dan tanpa batas. Sisi lain dari dampak perkembagan teknologi ini adalah terkikisnya budaya-budaya yang memiliki nilai luhur bagi bangsa Indonesia yang memberikan ciri dan karakter bangsa. Sangat dikhawatirkan sekali bila nilai-nilai budaya luhur ini harus hilang dari permukaan bumu nusantara.

      Dalam mengantisipasi arus budaya barat yang terus mengkikis kebudayaan kita, maka perlu kiranya kita meningkatkan rasa cinta budaya bangsanya terutama pada generasi muda, penanaman rasa cinta ini adalah dengan memperkenalkan kekayaan budayanya, karena bila tidak pernah mengenal maka tidak akan dapat menyintai.

      Penyediaan sarana dan parasarana informasi kebudayaan perlu ditingkatkan, misalnya dengan membangun bangunan-bangunan kebudayaan, bangunan-bangunan kesenian dan bangunan bangunan lainnya. Untuk menciptakan daya tarik pada generasi muda khusunya maka perlu pendekatan disain bangunan yang mampu menanamkan rasa bangga dan gengsi.

      Perpaduan sistem struktur konvensional dengan sistem struktur tenda merupakan suatu usaha untuk menciptakan daya tarik unik bagi generasi masyarakat terutama generasi muda. Struktur kabel akan memberikan nuansa moder yang seringkali menjadi kebanggaan dan acuan kemodernan seseorang. Sistem struktur konvensional tetap merupakan sistem struktur utama bangunan, karena sistem sturktur ini yang akan mampu menjaga suasana ketradisionalan serta budaya, sehingga akan mampu menjaga nilai-nilai budaya seperti aslinya.

      Sebuah karya arsitektur dengan menerapkan sistem struktur tenda telah diterapkan di salah satu bangunan kesenian, dalam sebuah kompleks Padepokan dengan nama Padepokan Manggala Giri di Lembang Kabupaten Bandung, bangunan ini merupakan milik seorang tokoh masyarakat priangan yang memiliki keinginan kuat untuk mengangkat nilai budaya seni sunda dengan menyediakan fasilitas yang dapat digunakan oleh seniman dan masyarakat yang akan berekreasi. Namun sangat disayangkan bahwa realisasi fisik dari bangunan ini kurang begitu lancar sehingga pelaksanaanya belum dapat diselesaikan, terutama struktur kabelnya yang belum dikerjakan sama sekali.

      Pada uraian selanjutnya akan dikupas mengenai bangunan ini dengan pendekatan dari fungsi bangunan, sebagai wadah yang harus menampung kegiatan berbagai seni tradisional Jawa Barat, dengan target market adalah seluruh lapisan masyarakat baik tua maupun muda. Selain itu juga diharapkan bahwa bangunan ini dapat menampung kegiatan-kegiatan pertemuan yang sifatnya formal. Bahasan prilaku sistem struktur terutama sistem struktur kabel, akan berangkat dari fungsi serta penjelasan prilaku serta konstruksi-konstruksi tertenatu yang cukup berperan dalam struktur.

    2. Jiwa Kesenian Daerah

      Pada awalanya jenis kesenian tradisional muncul dari tata cara atas tradisi dalam upacara adat, seperti pada upacara musim panen atau tanam serta pada upacra-upacara adat lainnya, pada beberapa suku yang ada di Indonesia masih ada yang memegang tadisi ini, bahkan di Jawa Barat sendiri tradisi ini masih sering kali dilakukan.

      Selain itu tidak sedikit pula kesenian tardisional ini yang mengalami kepunahan, kepunahann ini disebabkan oleh :

  • Tidak sesuai dengan zaman, sehingga banyak kesenian tradisional yang yang dahulu digunakan untuk melaksanakan upacara adat saat ini sudah mulai kurang pendukungnya.
  • Belum adnya data tertulis atau dokumentasi dari kesenian tradisional itu sendiri, sehingga banyak karya keseniaan tradsional yang hilang, yang tinggal hanya namanya saja, karena tidak ada dokumen dan catatan tertulis yang bisa dibaca.

Dalam penyelenggaraannya kesenian-kesenian ini, karena sebagai alat dalam melakukan upacara yang berbau religius, dilakukan langsung di ruang terbuka. Pada kegiatan panen atau musim tanam kegiatan upacara dilakukan langsung dilapangan terbuka atau di lahan tempat masyarakt itu mengerjakan pertaniannya.

Pelaksanaan upacara-upacara yang umumnya dilakukan diruang terbuka, juga kegiatan upacara itu dilakukan oleh seluruh masyarakat yang hadir, sehingga antara pembawa acara kesenian dengan pengujung sama-sama melakukan kegiatan, artinya keduanya sama-sama melakukan kegiatan upacara itu, berbeda sekali dengan kesenian-kesenia yang dilakukan oleh kesenian yang berasal dari barat, ada pemisah antara tokoh yang melakukan dan pengunjung, sifatnya lebih satu arah, sedangkan pada kesenian tradisional di Indonesia khusunya di Jawa Barat tidak terjadi satu arah akan tetapi membaur.

Utnuk menampung jiwa kesenian tradisional seperti ini, tentunya pemilihan ruang terbuka sangat tepat, sehingga peran bangunan tidak lagi menjadi faktor utama, bentukan disain seperti ini dapat direncanakan suatu bangunan kesenian terbuka. Tentunya dalam menghadapi cuaca, kondisi ruang terbuka ini sering kali kurang menguntungkan, terutama sekali bila kegiatan kesenian ini akan dikomersialkan, ditambah lagi bila sasaran tareget marketnya adalah golongan masyarakat muda.

Struktur penutup tenda dengan pengkaku kabel merupakan suatu solusi tepat dalam pengadaan Gedung kesenian yang bercitrakan tradisional. Struktur kabel selain dari sisi filosofinya merupakan struktur bangunan yang tergolong primitif, karena masyarakat primitif banyak yang mengandalkan bangunannya dengan menggunakan sistem struktur tenda dengan bahan dari kulit binatang. Bahkan sistem struktur kabel ini merupakan pengembangan dari sistem struktur masyarakat primitif yang telah dikembangkan.

  1. Jenis Kesenian Tradisional

    Kesenian tradisional secara umum terdiri dari seni tari, seni musik, seni bela diri serta seni drama, di Jawa Barat jeis-jenis seni ini dimiliki. Jenis kesenian karawitan, dalam bukunya Atik Supandi membagi karawitan menjadi :

  • Karawitan sekar, yaitu seni suara yang diungkapkan atau dihidangkan dengan suara mulut, baik oleh juru sekar/ sinden atau oleh wirah – suara. Karawitan sekar ini terbagi dalam dua jenis, mamos dan kakawih, mamaos adalah karawitan vokal yang berirama bebas sperti pupuh, papantun dsb. Kawih adalah karawitan sekar yang terikat
  • Karawitan gending, adalah jenis seni suara yang diasjikan dengan menggunkan waditra, karawitan ini dapat digolongkan lagi menjadi ; digesek, dipetik, digoyang, ditiup dan dipukul.
  • Karawitan campuran, yaitu seni suara campuran antara sekar dengan gending, dalam cara hiangknya dapat digolongkan menjdai; sekar dan sekar-gending

Dalam seni pertunjukan atau pagelaran, karawitan selain berfungsi sebagi pengiring tari, daram dan pedalangan, karawitan juga dapat berdiri sendiri. Karawitan itu dapat diperytunjukan secara utuh dan karawitan itu dapat berfungsi sebagi pengisi suasana..

  1. Perancangan Arsitektural
    1. Program Fungsional

      Melihat pada kebutuhan fungsi diatas maka bangunan ini harus mampu mewadahi kegiatan-kegiatan karawitan, baik karawitan sekar, karawitan gending mapun karawitan campuran. Dengan pemakai bangunan adalah seniman serta pengunjung. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa sifat seni karawitan ini adalah dinamis dalam arti terjadinya proses timbal balik antara seniman dengan pengunjung, disini pengunjung juga perperan serta aktif dalam pertunjukan (terlihat pada kesenian jaipong, diman pengunjung dapat ikut berjaipong), maka stage tidak perlu terpusat, dalam disian bangunan ini stage dibuat dua buah yaitu dibelakang serta di pusat, penempatan stage di belakang lebih berfungsi untuk menepatkan pengiring atau pengunjung ikut serta dalam kegiatan seni. Sednag bagian tengah untuk penekanan fungsi pertunjukan, walaupun tidak menutup kemungkinan pengunjung turun ke arena bagian tengah.

      Selain fungsi utama perlu juga disiapkan fungsi penunjang, sperti raung persiapan pria dan wanita, gudang alat serta toilet umum dan ruang penerima/ resepsionis. Seluruh bangunan memberikan kesan terbuka, sesuai dengan fungsinya untuk memberikan kesan bangunan menerima, ekspresi ini terlihat pada sekeliling ruang pertunjukan didingnya dibuat transparan, yaitu dari bahan kaca, untuk menghindari pengunjung masuk langsung, maka disekelilingnya dibatasi dengan air (kolam yang menyambung dengan latar belakang panggung). Begitu juga pada bagian depan lobby berhubungan langsung dengan ruang luar, dan lobby ini dapat juga difungsikan sebagai panggung terbuka yang menghadap kalapangan parkir (alun-alun) yang berada didepanya, hal ini dimungkinkan bila akan diadakan pertunjukan yang perlu dihadiri oleh masa yang cukup banyak. Pertujukan tebuka ini dapat dilihat dari berbagai susdut pada tapak kompleks, seperyi dari lapangan berkuda, dari lapangan tenis, maupun dari kolam renang dan lapangan parkir sendiri.

    2. Masa dan Ruang

      Secara keseluruhan masa bangunan terdiri dari tiga blok masa, yaitu masa ruang pertunjukan, masa ruang penunjang termasuk stage serta masa penerima atau entrance bangunan. Pada masa bangunan penerima serta masa bangunan penunjang jarak ketinggian plafond berkisar 3.20 dengan plafond ekspose, sehingga rangka kuda-kuda terlihat dan sebagai komponen estetika, keadaan ini memberikan susana anggun dan monumental bagi bangunannya.


       Skematik Disain Bangunan Kesenian Karawitan Padepokan Manggala Giri
      Dari segi masa bangunan secara utuh lebih dikuasai oleh bentuk atap yang cukup besar, sehingga bangunan menjadi sangat menonjol sekali, penonjolan bangunan ini diperkuat lagi dengan sudut kemiringan atap yang pada bagian atap puncak diberikan sudut 600 dan bagian bawah dengan susun dua diberi kemiringan atap 300.

      Kemiringan atap ini selain bertujuan untuk memberikan kesan monumental, juga mengacu pada bentuk-bentuk bangunan tradsisional khusunya di Jawa Barat, yang bentuk dasar atapnya memiliki kemiringan ang cukup curam. bahan penutup atap bangunan tradisional umumnya dengan bahan ijuk, yang memiliki tekstru kasar dan berwarna gelap. Sehingga pemilihan bahan genting masih dimungkinkan dan diberi warna gelap.

      Bentuk lahan yang berkontur dengan kemiringan yang rata-rata 300 merupakan potensi dalam penempatan ruang-ruang, kontur digunakan juga untuk penyusunan lantai tribun, ruang penunjang dibuat lantai plit, serta potensi pemandangan kearah bandung dimanfaatkan sebagai latar belakang dari stage.

    3. Typologi Bangunan

      Typologi bangunan mengacu pada bangunan tradisional Jawa Barat dengan penekanan pada bentuk atap, yaitu bentuk atap julang ngapak yang dimodifikasi dengan atap jurai. Hal ini sebagai tuntutan fungsi yang harus memiliki empat muka bangunan, dengan satu orientasi.

  2. Perancangan Struktural

    Sistem struktur utama adalah sistem struktur konvensional dengan menggunakan konstruksi kuda-kuda dari kayu, sedangkan kolom balok menggunkan beton bertulang, podasi sumurang dengan diameter berkisar antara 1m samapi dengan 1,5m . pada masa bangunan pertunjukan untuk melindung penunjung dari cuaca terutama hujan, maka dipilih sistem struktur tenda, yang dapat di buka tutup. Pemilihan bahan tenda diutamakan bahan yang transparant dengan tujuan agar pengunjung tetap dapat merasakan suasana alam terbuka, sesuai dengan tuntutan fungsi.

    Dalam uraian sistem struktur ini yang akan dibahas lebih lanjut adalah sistem struktur kabel pada bagian ruang pertunjukan, karena memiliki keunikan tersendiri sedangkan sistem struktur konvensional hanya terungkap sedikit sejauh untuk memperjelas sistem struktur secara keseluruhan.

    Terdapat beberapa jenis struktur kabel banyak digunakan diantaranya adalah ;

    1. Jenis struktur kabel delan peletakan kabel vertikal, gaya tarik yang terjadi yang disebabkan gaya luar dan berat sendiri, garis kerja gaya-gaya berhinpit dengan kabelnya.
    2. Jenis struktru kabel dengan peletakan kabelnya horizontal atau miring, diman garis kerja gaya-gayanya tidak berhimpit dengan kabelnya.
  1. Perilaku Sistem Struktur Tenda

    Prilaku dari atap tenda pada prinsipnya tidak dapat berdiri begitu saja, karena tenda

      sifatnya sangat elastis , tenda perlu ditunjang oleh tiang atau jaringan kabel sebagai pengkaku, sehingga tenda menjadi lebih kaku dan memiliki bentuk pada gambar diatas ditujukan berbagai perlakuan terhadap tenda sehingga memberikan berbagai bentuk.

  2. Sistem Konstruksi

  3. Jenis konstruksi dibagi menjadi dua sistem, yaitu ;

    1. sistem single layer

      yaitu sistem struktur kabel yang terdiri dari sati lapis kabel, yang direntangkan pada rangka utama cntih sistem struktur ini seperti pada raket badminton, atau juga sistem struktur satu lapis dengan penunjang yang berupa kolom, dimana kabel digantung pada kolom-kolom penunjangnya, kabel bisa digantung langsung pada kolom dengan memeringkan kolomnya atau diberi angker pada landasan diatas tanah.

      Rancangan bangunan kesenian Padepokan Manggala Giri ini didisain dengan menggunkan sistem struktur kabel satu lapis dengan penunjang kolom pada didnding pemsih ruangan antara ruang luar dengan ruang dalam dan angker diatas permukaan tanah. Pada tumpuan kepala kolom diberikan rol untuk memberi kesempatan pergerakan kabel akibat dari defleksi, kolom disini menerima beban diagonal akibat tekanan dari kabel dengan beban dinamis, karena gaya-gaya yang terjadi berubah-ubah yang disebabkan dari tekanan angin yang tertampung oleh bidang tenda, gaya angin sendiri yang terjadi berubah-ubah, sehingga menimbulkan efek getar pada struktur.

      Antara kebel-kebel utama dipasng kebal anak, yang sifatnya lebih mengkakukan struktur kabelnya. Konstruksi kuda-kuda pada bagian tumpuan dibuat konstruksi khusus, dengan membuat distribusi beban pada tiga arah dua batang tekan, yaitu pada balok kuda-kuda dan satu batang tarik pada ikatan angin.


       Peran ikat angin pada konstruksi kuda-kuda bangunan ini sangat besar karena selain beban-beban horizontal yang biasa dipikulnya akan ditambah dengan beban tetap dan beban dinamis yang ditimbulkan akibat keberadaan atap kabel.

    2. sistem double layer

      sistem struktur kabel dengan double layar yaitu penempatan kabel utama pada dua bidang/ lapis, biasanya lapis atas dan lapis bawah, diantara kedua lapisan tersebut dipasang batang-batang pengkaku, batang-batang tersebut dapat berupa batang tarik maupun batang tekan

       

      Konstruksi

    1. Metode Pelaksanaan

      Tahapan pelaksanaan pembangunan gedung ini dimulai dengan pembangunan fisik struktur utama dengan mempersiapan/ menyediakan asesoris untuk konstruksi kabel, sedangkan konstruksi kabelnya sendiri dilaksanakan setelah struktur utama dengan metode konvensional diselesaikan. Dalam pelaksanaannya sendiri pembangunan dikerjakan oleh dua pelaksana, pelaksanaan konvensional dilakukan oleh pelaksana lokal/ penduduk setempat karena tidak ada yang khusus dengan arahan seorang Site Manager yang cukup profesional. Konstruksi kabel di kerjakan oleh kontraktor yang sudah cukup berpengalaman (belum sempat terealisasikan).

    2. Waktu Pelaksanaan

      Waktu pelaksanaan yang diperlukan untuk menyelesaikan pembangunan gedung kesenian ini adalah 120 hari kalender.

  1. Kesimpulan

Sistem struktur modern seperti kabel dapat dikembangkan dan diterapkan pada bangunan-bangunan yang bernuansakan tradisional dengan pemilihan bahan-bahan membran yang bertektur dan warna kelabu atau transparan. Sistem struktur kabel yang memberikan karakter lentur memiliki potensi dalam penerapannya pada bangunan-bangunan dengan fungsi rekreasi.

Dari segi struktur sistem ini kurang stabil sehingga mudah berubah bentuk bila terkenan beban tambahan, fungsi kabel disini adalah untuk mendapatkan kestabilan pada membrannya. selain itu sistem struktur ini lebih ringan dan tipis. Bahan penutup atap/ membrannya adalah synthetic fibres.

Yang masih menjadi kendala dalam penerapan sisten struktur kabel ini adalah masalah biaya yang masih cukup diangga tinggi serta kemampuan tenaga pelaksana masih sedikit sekali yang mampu menguasai atau berpengalaman dalam menangani konstruksi dengan sistem struktur ini. Hal ini merupakan tantangan baik bagi para arsitek maupun bagi para pelaksana di Indonesia baik dalam meningkatkan kemapuan keprofesiaannya maupun meningkatkan teknologi struktur dan konstruksi.

  1. Daftar Pustaka

    Lin T.Y. and Stotesbury S.D., Structural Concepts and Systems for Architects and Engineers,
    John Wiley and Sons, New York 1981.

    Sabaruddi ARIEF, Kumpulan Disain dan Karya tahun 1994, Bandung 1994

    Sabaruddin ARIEF, Pusat Penelitian dan Pengembangan Karawitan Jawa Barat, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung 1989.

    Schueller Wolfgang., Horizontal-Span Building Structures, Jhon Wiley and Sons, New York, 1983.

    Soepandi Atik, Skar., dan Enoch Atmadibrata, Khasanah Kesenian Jawa Barat, Pelita Masa, Bandung 1983.

Lapang Hati

Posted in TIPS dan TRIK on 14 April 2009 by ars

في قلوبهم مرض فزادهم الله مرضا ولهم عذاب أليم بما كانوا يكذبون

“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta”. [Q.S : 2 – 10]

Ya Allah, lapangkanlah hati kami hamba-Mu yang kecil ini, Amin Ya Rabbal Alamin, ……. Saudara Ku, berpikirlah positiv, yang akan membawa kita pada kelapangan hati, apapun peristiwa yang terjadi terhadap kita, maka kita akan senantiasa melihatnya dari sisi positiv, berbeda dengan orang yang hatinya disempitkan, maka segala sesuatu akan dilihat dari sisi negativ, yang di perlihatkan dengan sikap keluh kesah, termasuk dalam menghadapi persoalan kecil, misalnya terjadi aliran listrik, maka orang yang hatinya sempit akan bekeluh kesah menyalahkan PLN, menyalahkan segalanya, berbeda dengan orang yang hatinya di lapangkan, dia akan menerima dan berkomentar yahh, sebentar lagi juga nyala, nanti juga menyala lagi.

Jadi orang yang hatinya sempit, maka akan kehabisan energi untuk melakukan hal-hal yang lebih baik, yang lebih berguna untuk membangun masa depan yang lebih baik. Mudah-mudahan kita semua dilapangkan hati oleh Allah SWT, amin.

Konsep Desian Rumah Susun Cimahi

Posted in Karya Tulis Ilmiah on 6 April 2009 by ars

oleh : ARIEF Sabaruddin

arsitek dan peneliti perumahan dan permukiman

Kata kunci: Pola pengembangan ruang-ruang mikro sebagai upaya mempertahankan budaya kekeluarga dari  masyarakat Indonesia, dalam bentuk ruang luar dengan skala yang manusiawi 

Pola mesin telah merubah prilaku masyarakat perkotaan di Indonesia umumnya, kecenderungan individualis serta tidak saling mengenal sesama warga sudah menjadi suatu fenomena biasa dilingkungan perkotaan saat ini, padahal keadaan ini bukan lah cerminan dari masyarakat Indoensia seutuhnya, akan tetapi hal ini lebih disebabkan oleh dampak pola penanganan lignkunagn perumahan baik yang direncanakan maupun yang tidak terencana, dalam beberapa hal pendekatan perencanaan kita lebih berkiblat pada konsep-konsep barat/kapitalis, yang tentunga sangat berbeda sekali dengan tututan sebagian besar masyarakat Indonesia yang hampir mencapai 90% penduduknya beragama Islam, belum lagi kota Cimahi atau bahkan lebih spesifik kawasan RW 05 dan RW 15 mendekati 99% beraga Islam, yang memiliki aturan serta pola hidup berbeda dengan negara barat tadi.

Ketidak hati-hatian dalam penyediaan perumahan rupanya penyediaan rumah susun sangat tidak diminati oleh masyarakat selama ini. Dan bila kita meninjau kembali kebelangan, harus disadari bangunan rumah susun selam ini berdiri kokoh tanpa menghiraukan skala manusia, sehingga kejenuhan serta rutinitas dan pola mesin lebih membentuk kejiwaab dari penghuninya.

Sebagi pembanding karya seorang Arsitek besar seperti Le Corbusier pada akhirnya harus melihat kegagalan terhadap perumahan skala besar yang pernah dilakukannya di Perancis dengan konsep Grande Ensemble, yaitu rumah susun dengan skala besar dan sangat tidak menghiraukan skala manusia, yang pada akhirnya pada dekade tahun 1980 mulai menampakkan permasalahan sosial, sehingga pada akhirnya Pemerintah disana harus memenggal sebagian bangunan agar lebih mempertimbangkan skala manusia tadi. Melihat pada pengelaman Perancis diatas maka konsep modul dengan membuat ruang-ruang pada skala mikro serta membentuk komunitas yang lebih kecil dalam satu modul adalah elemen rumah susun yang justru sesuai dengan prilaku masyarakat Indonesia. Konsep ini digali dari pola-pola perdesaan di Indonesia pada umumnya.

Pola-pola perdesaan atau perkotaan justru terbentuk dari pandangan hidup masyarakatnya. Pandangan hidup hidup itu dapat saja berasal dari agama yang dianut, atau agama lain, falsafah, budaya, atau tradisi yang diterima sebelumnya. Dan harus diterima bahwa pandangan hidup masayarakat kita lebih banyak dipengerushi oleh ajaran agama-nya khusunya Islam yang mayoritas, serta beberapa tradisi hindu yang telah mempengaruhi sebelumnya.

Rumusan dari hasil analisis diatas pada akhirnya dapat digambarkan tiplogi perdesaan atau perkampungan kumuh adalah tetap terbentuk ruang-ruang mikro yang menghubungkan beberapa komunitas yang jumlahnya sangat terbatas dan disatukan dalam skala ruang yang lebih besar sebagi pengikat ruang-ruang mikro diatas, hal ini dapat dilihat pada gambaran studi perbandingan antara dari salah satu perdesaan yang cukup padat. Dalam ilustrasi tersebut dapat dilihat ruang-ruang mikro yang bermuara pada ruang yang lebih besar. Serta bandingkan dengan gambar berikutnya yang memperlihat ruang mikro yang bentuk, sususnan, serta penempatanya lebih teratur.

 kampung-01

gambar 01. Pola perkampungan di perdesaan maupun perkampungan kota

kampung-02

gambar 02. Transformasi kampung dalam desian rumah susun sederhana di Cimahi, pembentukan ruang-ruang mikro serta gang-gang yang mengalir menjadikan masyarakat merasa nyaman tinggal di kawasan kampung susun, desian ini disusun pada tahun 2002 dan disertakan dalam lomba desain rumah susun serta masuk nominasi sehingga akhirnya pemerintah mendanai untuk direalisasikan.

Nilai Simbol dalam Arsitektur

Posted in Karya Tulis Ilmiah on 1 April 2009 by ars

Oleh : ARIEF Sabaruddin

Simbol berasal dari kata Yunani, yaitu “symbollein” yang berarti mencocokkan. Kata-kata simbol dalam media kita akhir-akhir ini sering diaungkapkan, seperti “penyerahan hadiah secara simbolis kepada para pemenang dalam suatu kompetisi…..”. Atau dalam kata lain kita juga sering mendengar ungkapan “Amin Rais merupakan simbol dari reformasi“, atau “uban yang tumbuh di kepala kita dianggap sebagai simbol kedewasaan atau bahkan kemapanan“. Lantas apakah simbol yang akan kita bahas dalam konteks arsitektural sama dengan simbol-simbol yang disampaikan tadi?, menjadi sebuah pertanyaan besar untuk mampu menjawab simbol dalam arsitektur. Sampai saat ini simbol masih memiliki arti sangat penting bagi kehidupan manusia, simbol marupakan salah satu alat dalam komunikasi, dan komunikasi merupakan salah satu syarat dalam interaksi, interaksi adalah bagian utama dari proses sosial dalam masyarakat.

Untuk mulai memahami pengertian dari simbol, kita perlu mengupas beberapa pendapat ahli dalam mendefinisikan simbol. Salah satu definisi symbolism disampaikan oleh A.N. Whitehead dalam bukunya “Symbolism”, sebagai berikut “pikiran manusia berfungis secara simbolis manakala beberapa komponen pengalamannya menggugah kesadaran, kepercayaan, perasaan, dan gambaran mengenai komponen komponen lain dari pengalamannya. Perangkat komponen yang awal adalah simbol dan perangkat komponen yang selanjutnya membentuk/memberikan makna dari simbol. Keberfungsian organis yang menyebabkan adanya peralihan dari simbol kepada makna itu dinyatakan sebagai referensi”. Makna merupakan pesan yang akan disampaikan dalam setiap simbol, dengan demikian terdapat unsur persepsi manusia terhadap sesuatu yang bersifat benda maupun bukan kebendaan.

Deskripsi Simbol sementara dapat disimpulkan sebagai sebuah kata atau benda yang mewakili atau mengingatkan pada suatu entitas yang lebih besar. Kata yang terdiri dari beberapa untaian hurup akan memberikan makna, seperti kata “MAKAN” dan “MAKNA“, kedua kata tersebut merupakan komposisi dari lima buah hurup yang sama, namun dikarenakan susunan hurup-hurup tersebut berbeda, maka kedua susunan tersebut memberikan makna yang berbeda, meskipun perbedaan susunannya hanya pada hurup terakhir antara hurup A dan N. Demikian juga makna dapat dihadirkan oleh tanda, dalam tata bahasa kita kenal adanya tanda dalam sebuah kalimat, seperti tanda tanya dan tanda seru, kedua tanda tersebut dapat memberikan makna yang berbeda apabila ditempatkan pada kata atau kalimat yang sama, sebagai contoh : “Makan ?” dan “Makan !” pada kata makan dengan tanda tanya mengandung makna apakah anda sedang makan, sedangkan pada makan dengan kata seru, lebih menunjukan kalimat perintah untuk melakukan pekerjaan makan. Selanjutnya bila kata MAKAN tadi kita kaitkan dengan benda, maka akan memberikan makna yang berbeda, seperti suatu benda akan dimaknai MAKAN oleh orang Jawa Barat manaka kala dalam sebuah piring terdapat nasi dengan lauk pauknya yang didominasi dengan daun-daun segar, namun makna makan oleh suku yang tinggal di Wamena akan diwujudkan dalam bentuk Ubi Bakar pada genggaman tangannya.

Dengan demikian setiap benda atau susunan benda, setiap kata dan kalimat dapat memberikan makna kapada setiap manusia, namun apakah setiap manusia dapat menangkap setiap makna dari sebuah atau susunan kata atau benda dengan makna yang sama ?. seperti pendapat Whitehead, bahwa dalam pemaknaan tersebut ada unsur experience component, dan setiap suku bangsa, setiap masyarakat akan memilki pengalaman yang berbeda-beda. Pada uraian selanjutnya unsur-unsur simbol akan dibahas pada konteks tradisional, arinya simbol dilihat dari pemahaman universal, belum mengarah pada arsitektural, melalui nilai-nilai universal dari simbol diharapkan dapat ditarik benang merahnya untuk mendapatkan nilai-nilai simbol yang menjadi landasan dalam dunia arsitektur. Bagaimana simbol tersebut dapat digunakan dan terjadi pada konteks keilmuan arsitektural. Secara universal unsur simbol terdiri dari lima unsur utama, yaitu: Tanah, Air, Api, Udara, dan Tubuh. Empat unsur tersebut dikelompok menjadi dua, yaitu unsur dinamis dan unsur statis. Tanah, air, udara, dan api masuk kedalam kelompok statis, karena ketiga unsur tersebut sifatnya tidak bertambah ataupun berkurang, akan tetapi tersimpan dalam wujud yang berubah-ubah. Sebagai contoh unsur air dapat berwujud cair, berwujud uap, atau berwujud padat (es), dan mekanisme siklus hidrologi merupakan alat dalam perubahan wujud dari air tersebut, demikian juga unsur api tersimpan dalam energi, sebagai wujud dari hukum kekekalan energi, yang sewaktu-waktu dia dapat membesar ataupun mengecil, bahkan tidak nampak. Tubuh dikelompokkan sebagai unsur yang dinamis, karena sifatnya yang selalu diperbaharui, sebagai contoh tanaman, manusia, hewan, dan mahluk hidup lainnya senantiasa selalu berganti, berbeda sekali dengan tiga unsur yang tadi. 

Melihat pada posisinya maka unsur tubuh dapat dipengaruhi atau mempengaruhi ketiga unsur lainnya, manakala kita membuka kembali lembar Theologi dalam Arsitektur di atas, maka ada perbedaan yang mencolok antara tiga unsur api, air, udara dan tanah, tiga unsur tersebut tidak memiliki insting maupun akal, sedangkan pada unsur tubuh memiliki insting dan akal, namun setiap mahluk berbeda tingkat kemampuan insting dan akalnya. Akal sempurna diberikan kepada manusia sedangkan mahluk lainnya umumnya hanya memiliki insting, walaupun beberapa penelitian tentang Simpanse yang masih memiliki tingkat akal yang paling tinggi dari seluruh hewan, manunjukkan bahwa hewan ini dapat mengembangkan peralatan sederhana untuk kehidupannya, simpanse, sebagai contoh mampu menggunakan batu untuk memecahkan makanan. Sedangkan yang lainnya lebih banyak menggunakan insting, seperti kita lihat bagaimana tanaman pemakan serangga menangkap serangga, menggunakan insting yang ditanamkan dalam mekanisme tubuh, dimana terdapat serabut-serabut halus dengan menebar bau tertentu untuk memancing serangga mendekati, manakala serabut halus tersebut tersentuh oleh tubuh serangga, maka serabut tersebut memberikan sinyal dan menggerakkan kelopak daunnya untuk menjepit serangga dan menyerap sari tubuh serangga sebagai bahan makanan dari tanaman tersebut. Jadi dalam proses kejadian dalam contoh tersebut merupakan tanda-tanda dari adanya interaksi dalam sistem kehidupan ini. Unsur interaksi demikian sebagai suatu proses pengiriman makna dan merupakan dari simbol-simbol yang harus direspon oleh elemen lain. Sebagai gambaran pada tanaman pemakan serangga tadi, kita melihat bahwa pergerakan serabut-serabut halus dari tanaman saat digerakkan dan gerakan tersebut merupakan simbol. Simbol dalam gerakan serabut tersebut memberikan makna, dan makna tersebut dikirimkan kepada kelopak bunga untuk mengerakkan tubuhnya dan menutup, setelah tertutup makna selanjutnya dikirimkan untuk segera menghisap sari pati dari serangga tadi.

Simbolisasi merupakan sebuah proses dari interaksi antara dua atau lebih unsur atau sub unsur dalam sistem kehidupan, dan interaksi merupakan bagian dari proses komunikasi, komunikasi tidak mungkin terjadi manakala tidak terjadi interaksi, namun dari sebuah sebuah interaksi belum dapat dipastikan terjadi komunikasi. Komunikasi merupakan unsur utama dalam sistem sosial, manusia tidak mungkin dapat hidup sendiri, manusia memerlukan mahluk hidup lainnya termasuk dengan manusia sendiri. Jadi proses simbolisasi merupakan suatu hasil dari konsekwensi sosial mansyarakat.

Proses simbolisasi terjadi manakala makna yang terkandung dalam simbol tersebut diterima oleh tubuh dengan nilai makna yang sama, dan setiap tubuh dapat melakukan pengembangan dari simbol tadi, yang mengakibatkan simbol-simbol semakin hari semakin berkembang.

Tanah sebagai simbol, Secara universal simbolisasi banyak dikaitkan dengan unsur tanah, air, udara, dan api. Kekuatan tanah sebagai simbol dapat dirasakan sampai saat ini, unsur tanah lebih diperkuat oleh teritorialisme sebagai batas dari kekuasaan dan kepemilikan. Pada beberapa masyarakat pedalaman atau daerah-daerah yang belum terlalu berkembang, tanah yang masih berbentuk hutan belantara atau pun padang rumput banyak yang dikuasai sebagai tanah adat, meskipun sebagian dari masyarakat tersebut belum dapat dieksploitasi tetap dipertahankan. Sebagai contoh, pada saat penulis menangani perumahan bagi pengungsi eks masyarakat Timor Timur pasca jajak pendapat, masalah tanah adalah yang paling kompleks, sekalipun tanah yang kita hadapi adalah tanah yang hanya ditumbuhi oleh padang rumput yang gersang, masyarakat tidak dengan mudah melepas status penguasaan tanahnya. Tanah bagi masyarakat tertentu menjadikan simbol kelompoknya, manakala tanah tersebut dikuasai oleh masyarakat lain, masyarakat merasa kehilangan kekuatan dari wilayahnya. Pada masyarakat perkotaan, tanah pun memberikan simbol dari status sosial. Pada kasus perkotaan, tanah lebih dilihat dari sudut nilai ekonomis lokasi, manakala seseorang menujukkan penguasaan tanah di daerah Pondok Indah, Cendana, Dago, atau Cipaganti, maka ada satu pemahaman pada setiap individu, pemahan mengenai status sosial dari pemilik. Dalam dunia hewan, bahwa tanah di hutan belantara dikuasai dalam bentuk wilayah-wilayah kelompok binatang. Dalam dunia Hewa tanah juga sebagai simbol dari kekuasaan. Salah satu syarat pembentukan negara adalah wlayah yang dikuasai. Sehingga dengan demikian kita tidak perlu terheran-heran manakala peperangan sering terjadi dibelahan bumi ini, karena berebut wilayah sebagai simbol dari kekuasaan, semakin luas wilayah yang dikuasai maka semangkin besar kekuasaannya. Untuk itu negara- negara yang dianggap Super Power adalah negara dengan luas wilayah yang cukup besar. Batasan wilayah dalam hal ini tidak dalam arti wilayah yang secara resmi diakui oleh konvensi internasional, akan tetapi wilayah penguasaan, seperti kolonialisme. Mungkin saat ini Amerika Serikat adalah negara yang memiliki penguasaan wilayah terluas, hampir seluruh Eropa Barat, wilayah Jazirah Arab, wilayah eks Uni Sovyet, sehingga saat ini muncul kekhawatiran dari Rusia atas pengaruh penguasaan wilayah oleh Amerika Serikat akan berdampak terhadap melemahnya Rusia, fenomena ini dapat dilihat pada perang di Georgia.

Air sebagai simbol, Setelah tanah unsur air pun memberikan simbol-simbol tertentu bagi sebagian masyarakat di dunia ini, dari sisi theologi bila kita amati hampir semua agama menggunakan unsur air sebagai lambang dari kesucian atau pengsucian, pada umat Islam, air digunakan untuk mensucikan sebelum melakukan ibadah solat, pada umat Katolik air juga digunakan untuk sakramen permandian, begitu juga agam-agama lainnya, bahkan tidak hanya dalam kegiatan ritual agama saja, pada kegiatan-kegiatan budaya ataupun kegiatan dalam dunia mistik, seperti perdukunan, unsur air digunakan sebagai alat dalam proses ritualnya. Air memiliki simbol tertentu pada setiap manusia dan seluruh mahluk di muka bumi ini. Dalam dunia sains bahkan air digunakan sebagai indikator adanya kehidupan, para peneliti ruang angkasa dalam penjelajahannya terhadap planet-planet seperti Mars, Merkurius, Venus, dan yang lainnya, yang pertama-tama dicari adalah unsur air, manakala tanda-tanda air ditemukan, maka satu tahap dari tanda-tanda adanya kehidupan telah ditemukan. Dengan demikian air merupakan unsur kedua dari simbol.

Api sebagai simbol, api sebagai unsur energi dan unsur cahaya sudah secara tradisional digunakan sebagai simbol-simbol oleh masyarakat sejak jaman primitive, dalam berbagai kegiatan ritual unsur api digunakan sebagai lambang dari kekuatan di luar kekuatan manusia, bahkan bagi masyarakat penganut agama-agama yang lahir dari langit, api digunakan sebagai lambang Neraka manakala api tersebut kondisinya sulit dikendalikan, unsur api ini lebih berperan sebagai lawan dari air, karena air sifatnya dingin sedangkan api sifatnya panas.

Udara sebagai simbol, keberadaan udara sebagai simbol belum dipersepsikan memiliki kekuatan yang sama dalam kehidupan, walaupun udara dapat memberikan kenyaman, pengaruh udara dalam kehidupan saat ini belum menjadi fokus perhatian, walaupun gejala untuk memperhatikan sudah mulai dirasakan dengan menggejalanya pemanasan global.

Tubuh sebagai simbol, makna tubuh sebagai simbol ini sangat luas, hanya sedikit saja akan disampaikan dalam pembahasan, dikarenakan sangat terbatasnya kampuan penulis berkaitan dengan simbol dalam tubuh. Gambaran awal yang dapat disampaikan adalah mengapa Rasialis tumbuh di muka bumi ini, hal ini disebabkan adanya pemaknaan akan suku bangsa tertentu dari perwujudan fisik tubuh, warna kulit, rambut, mata, dsb. Bangsa Aria merasa bangsa yang paling unggul di dunia ini, sehingga bangsa lain dianggap buka manusia, atau di Amerika Serikat, mengangap masyarakat kulit putih sebagai masyarakat kelas satu, kulit hitam kelas dua dan kelit berwarna sebagai masyarakat kelas tiga. Semua itu hanya didasarkan pada perbedaan warna kulit, warna kulit dalam hal ini menjadi simbol. Sehingga pada saat Barack Obama menjadi kandidat presiden pertama Amerika dari kulit hitam telah menimbulkan suatu pembicaraan di seluruh belahan dunia tidak terbatas di negaranya. Antara pro-kontra dari kelompok-kelompok yang ada di masyarakat. Dalam hal ini warna kulit dijadikan simbol, dan Barack Obama dijadikan simbol dari perjuangan Martin Lhuter dalam memperjuangkan kesamaan hak.

Tubuh sebagai simbol juga sempat diungkap oleh DR. Yuswadi dalam kuliah Sejarah, Teori, dan Kritik Arsitektur, pada tanggal 10 September 2008 “bahwa tubuh masih digunakan sebagai simbol hukuman, manakala seseorang melakukan kejahatan, maka tubuhlah yang menjadi sasaran hukuman, tubuh yang dikurung dalam penjara”, apakah dengan perlakukan tubuh tersebut sudah cukup, karena disamping tubuh sebetulnya ada aspek terpenting yaitu Roh, roh sebagai wujud dari jiwa dapat merasakan sakit walaupun fisiknya tidak teraniaya, sehingga secara universal simbolisasi dalam tubuh ini lebih dilekatkan pada raga bukan pada jiwa. Apakah karena jiwa tersebut berada pada dimensi lain, yaitu dimensi spiritual dan fisik berada pada dimensi material. Pada telaah ini perlu dilihat bahwa simbolisasi merupakan proses yang terjadi antara dimensi material dan spiritual, dan bagaimana keterkaitan antara kedua dimensi tersebut, ini terkait dengan pembahasan sebelumnya tentang Theologi dalam Arsitektur. Karena dengan kacamata theologilah simbolisasi akan sangat terasa dalam dunia spiritual. Melalui tulisan ini penulis memiliki tujuan untuk membawa simbolisasi sebagi ilmu dalam dunia arsitektur melalui cara pandang dari sisi spiritual, agar pemaknaan yang terjadi dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Dimana tujuan arsitektur untuk menciptakan kahidupan dan penghidupan manusia yang semakin hari semakin meningkat dapat tercapai. Manakala simbolisasi arsitektur tidak memasuki dunia spiritual maka karya arsitektur tidak mengandung makna yang dapat berpengaruh terhadap kehidupan dan penghidupan manusia, arsitektur hanya sebagai benda seni, indah untuk dipandang namun tidak memiliki jiwa, bahkan arsitektur hanya sebagai benda pajangan saja, hal ini dapat dirasakan pada foto dibawah ini:

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto 1. Bangunan tempat penjualan piano, apakah ini simbol yang benar ?, simbol tidak harus diwujudkan dalam bentuk-bentuk yang analogis

Teori Simbolisme

Simbolismen menurut Frederick A. Jules “merupakan teknik perancangan utama yang memberi bentuk dan teknik yang dapat diterapkan pada hal-hal fungsional dan berdasarkan rencana dengan sedikit pertentangan (konflik)”. Selanjutnya dia menyatakan juga fungsi dari simbolisasi adalah “Penggunaannya secara luas karena simbol menghimpun semua bagian dari suatu masalah untuk memperkuat suatu arti dan memberikan keutuhan pada komposisi yang menyeluruh“. Hal yang menjadi sulit adalah bagaimana menuangkan simbol-simbol tersebut agar kita tidak terkecoh oleh perwujudan yang analogis seperti gambar di atas, manakala kita terjebak oleh bentukan analogis, maka akan terjadi pelanggaran sistem bangunan, pelanggaran tersebut akan merusak kaidah-kaidah seperti sistem struktur, sistem utilitas, bahkan sistem ruang, karena fungsi maupun sistem keteknikan tidak dapat mengikuti bentuk bangunan yang sudah given.

Raymond Firth, dia mengungkap simbolisasi dari sudut pandang manusia, Firth menyatakan simbol-simbol yang berkaitan dengan tubuh manusia dan rambut seperti dikuti oleh F.W. Dillistone, “menurut Firth simbol dapat menjadi sarana untuk menegakkan tatanan sosial atau untuk menggugah kepatuhan sosial, selain itu, sebuah simbol kadang-kadang dapat memenuhi suatu fungsi yang bersifat privat dan individual, meskipun sulit mengakuai adanya nilai dalam sebuah simbol yang tidak memiliki acuan kepada pengalaman sosial yang lebih luas“. Firth bahwa simbol mencakup dua entitas substansi, simbolisasi bersifat biner (berpasang-pasangan).

Terdapat perbedaan antara simbolisasi dan tanda-tanda, keduanya memiliki makna, seperti pada bangunan simbol diungkap tidak dalam bentuk analogis, maka bentuk-bentuk tersebut dapat memberikan makna yang beragam, tapi tanda tidak dapat memiliki makna yang beragam, tanda hanya akan memiliki sebuah makna. Perbedaan antara simbol dan tanda teresebut disampaikan oleh E. Turner “Dalam simbol-simbol ada semacam kemiripan (entah berupa metafora atao bersifat metonimia) antara hal yang ditandai dan maknannya, sedangkan tanda-tanda tidak memiliki kemiripan seperti itu …., tanda-tanda hampir selalu ditata dalam sistem-sistem tertutup, sedangkan simbol-simbol, khususnya simbol yang dominan, dari sirinya sendiri bersifat terbuka secara semantik. Makna simbol tidaklah sama sekali tetap, makna-makna baru dapatlah ditambahkan oleh kesepakatan kolektif pada wahan-wahana simbolis yang lama, termasuk juga individu-individu dapat menambahkan makna pribadi pada makna umum sebuah simbol“.

Cassier berpendapat “Manusia hidup dalam alam semesta simbolis. Bahasa, kesenian, dan agama adalah bagian-bagian alam semesta, semuanya itu merupakan berbagi unsur yang membentuk jaring simbolis, jaring kusut berliku-liku mengenai pengalaman manusia….. segenap kemajuan manusia dalam berpikir dan berpengalaman, memperhalus, memperkuat jaring ini …. Dari pada berurusan dengan barang-barang itu sendiri, manusia dapat dikatakan senantiasa berbicara dengan dirinya sendiri. Hal ini telah sedemikian rupa melingkupi dirinya sendiri dengan bentuk bahasa, gambar-gambar seni, simbol-simbol mistis, atau upacara-upacara keagamaan sehingga ia tidak dapat melihat atau mengetahui apa pun kecuali dengan pengantar medium buatan“. Disini terlihat bahwa dunia saat ini dilingkupi oleh jaring-jaring informasi yang telah membentuk simbolis.

Simbolisasi ini telah banyak menimbulkan paradoks dalam kehidupan masyarakat secara umum, maupun dalam perkembangan ilmu arsitektur, namun perlu ditegaskan pemahaman simbolisasi dalam konteks arsitektur khususnya dalam upaya penggalian teori arsitektur untuk perumahan dan permukiman penyusun tidak ingin terjebak dalam paradoks yang terjadi, penelusuran ini akan ditujukan pada simbolisasi yang membawa sebuah makna sebagai alat komunikasi antara wujud arsitektur perumahan untuk disampaikan kepada masyarakat sebagi pengguna maupun penghuni, dan diharapkan terjadi respon positiv dari masyarakat sebagai wujud dari tujuan arsitektur perumahan yaitu pembangunan masyarakat.

 Daftar Pustaka
DR. FX Rudiyanto Subagiyo, DR. Purnama Saluran, DR. Yuswadi Saliya, 10 – 11 September 2008, Kuliah-kuliah Filsafat Arsitektur, Methodologi Arsitektur, serta Sejarah, Teori dan Kritik Arsitektur,

Siao Shen Sien, Avelyn Lip, Sarah R & Lim Y.T, Orientas dan Manfaat Hong Sui, Central Kula Sakti, Jakarta.

F.W. Dillistone, 2002, Daya kekuatan Simbol, The Power of Symbols, Kanisius.

C. Snyder James, J. Catanese Anthony, 1991, Pengantar Arsitektur, Penerbit Erlangga, Jakarta